Shilah artinya Hubungan atau menghubungkan sedangkan ar-Rahm berasal dari Rahima-Yarhamu-Rahmun/ Rahmatan yang berarti lembut dan kasih sayang. Taraahamal-Qaumu artinya kaum itu saling berkasih sayang. Taraahama 'Alayhi berarti mendo'akan seseorang agar mendapat rahmat. Sehingga dengan pengertian ini seseorang dikatakan telah menjalin silaturrahmi apabila ia telah menjalin hubungan kasih sayang dalam kebaikan bukan dalam dosa dan kema'siatan.

Selain itu kata ar-Rahm atau ar-Rahim juga mempunyai arti peranakan (rahim) atau kekerabatan yang masih ada pertalian darah (persaudaraan). Inilah keunikan Bahasa Arab, Satu kata saja sudah dapat menjelaskan definisinya sendiri tanpa bantuan kata-kata lain. Dengan demikian Shilaturrahmi atau Shilaturrahim secara bahasa adalah menjalin hubungan kasih sayang dengan saudara dan kerabat yang masih ada hubungan darah (senasab). Seseorang tidak dapat dikatakan menjalin hubungan silaturrahmi bila ia berkasih sayang dengan orang lain sementara saudara dan kerabatnya dia jadikan musuh. Islam dalam hal ini mengajarkan kepada kita tentang skala prioritas, yaitu dahulukanlah keluarga dan kaum kerabatmu baru kemudian orang lain. Hubungan baik dengan orang lain jangan sampai merusak hubungan kekeluargaan. Hubungan kasih sayang dengan istri jangan sampai merusak hubungan kita dengan orang tua dan saudara.

Peliharalah Tali Silaturrahmi, maksudnya peliharalah hubungan kekeluargaan kamu. Jangan sampai kamu lupa dengan nasab kamu, orang tua kamu, saudara-saudara kamu dan kerabat-kerabat kamu. Setelah itu baru peliharalah hubungan kasih sayang dengan orang-orang mu`min sebagaimana dengan saudara sendiri.
Anjuran menjalin Silaturrahmi adalah anjuran untuk tidak melupakan nasab dan hubungan kekerabatan. Satu-satunya bangsa yang paling hebat dalam menjalankan silaturrahmi adalah bangsa Arab. Mengapa? Karena mereka tidak lupa nenek moyang mereka. Makanya mereka selalu mengaitkan nama mereka dengan bapak, dan kakek-kakek mereka ke atas. Oleh karena itu dalam nama mereka pasti ada istilah bin atau Ibnu yang artinya anak.
Nabi kita Muhammad Saw mengetahui nasabnya sampai beberapa generasi sebelumnya. Nasab beliau adalah Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdul- Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
Bukan hanya Nabi yang seperti itu, hampir seluruh orang-orang Arab mengetahui nasabnya masing-masing sampai beberapa generasi sebelumnya. Hubungan kekeluargaan dan persaudaraan diantara mereka sangat kuat. Allah menjadikan mereka sebagai contoh untuk diteladani. Lalu bagaimana dengan bangsa-bangsa lain dan bangsa kita yang kebanyakan mengetahui hanya sampai kakek dan buyut. Akibat pengetahuan nasab yang terbatas ini maka efeknya sangat memprihatinkan. Diantaranya tidak mengetahui saudaranya yang jauh, menganggap bahwa dirinya tidak punya saudara, tidak mendapat bantuan dan pertolongan bila dirinya mengalami kesengsaraan, tidak punya tempat untuk mengadu dan meminta pertolongan kecuali orang lain. Akhirnya ujung-ujungnya timbullah kemiskinan, anak gelandangan, dan lain sebagainya. Padahal seandainya mereka mengetahui nasab mereka siapa tahu bahwa direktur perusahaan disamping gubuknya adalah saudaranya dari buyut kakeknya.
Inilah salah satu hikmah perintah bersilaturrahmi. Bersilaturrahmi atau menjalin hubungan kasih sayang yang kuat diantara saudara dan keluarga pihak kakek dan nenek ke atas. Kalau bisa kita menghafalnya sebagaimana bangsa Arab menghafal nasab-nasab mereka baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu.
Allah dalam al-Qur`an secara spesifik memerintahkan umat Islam untuk menjalin silaturrahmi/ silaturrahim;

يَاأيّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَ بَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَ نِسَآءً وَاتَّقُوْا اللهَ الًّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَ الأرْحَامَ إنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْـبًا (النساء : 1)

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (an-Nisa`:1)

Dari Miqdam ra bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:

إنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ إنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِأبآئِكُمْ إنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِالْأَقْرَبِ فَالْأقْرَبِ

Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwasiat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kamu agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu (Silsilah Hadits Shahih; al-Albani)

Menyambung hubungan kekerabatan adalah wajib dan memutuskannya merupakan dosa besar. Dari Jubair bin Muth'im bahwa Nabi Saw bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحْمٍ (متفق عليه)
Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan persaudaraan (Muttafaq 'Alaih)

Silaturrahmi tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allah Swt memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain. Namun dalam hubungan silaturrahmi yang diutamakan adalah sanak famili yang masih ada hubungan darah (senasab) baru kemudian orang-orang beriman yang tidak ada hubungan darah dengan kita. Karena mereka-lah yang lebih dekat hubungannya dengan kita.

Begitu juga apabila kita meminta bantuan maka yang lebih layak kita minta adalah sanak famili kita, baru kemudian orang lain. Karena mereka dan kita sama-sama punya hak dan kewajiban untuk saling tolong-menolong.
Di dalam Islam anjuran berinfak ditujukan kepada kaum kerabat kita yang miskin dulu baru kepada orang lain. Allah berfirman :

... وَ أُوْلُوْا الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِيْ كِتَابِ اللهِ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُهَاجِرِيْنَ إلاَّ أنْ تَفْعَلُوْآ إلَى أوْلِيَآئِكُمْ مَّعْرُوْفًا ... (الأحزاب : 6)

... Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) menurut Kitab Allah daripada orang-orang Mukmin (lain) dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada mereka (saudaramu seiman)… (al-Ahzab: 6)

Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan. Maka ikatan sosial masyarakat akan hancur berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli.
Dan jangan sampai kita memutuskan tali silaturrahmi hanya karena gara-gara pekerjaan dan jabatan. Silaturrahmi lebih tinggi nilainya dari itu semua. Allah berfirman :

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إنْ تَوَلَّيْتُمْ أنْ تُفْسِدُوْا فِي الأرْضِ وَتُقَطَِعُوْآ أرْحَامَكُمْ (محمد: 22)

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan (silaturrahim) ? (QS. Muhammad: 22)

Kiat-Kiat Mempererat Hubungan Silaturrahmi

1. Mendahulukan Sanak-Famili yang terdekat dalam segala kebaikan, terutama orang tua. Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempunyai jasa tidak terhingga dan kasih sayang yang besar sehingga seorang anak wajib mencintai, menghormati dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya walaupun keduanya musyrik. Kedua orangtuanya berhak mendapat perlakuan baik di dunia namun bukan mengikuti kesyirikannya. Apabila mereka faqir maka kewajiban kitalah yang membantunya pertama kali. Kemudian saudara-saudara kita seperti paman dan bibi baru setelah itu orang lain yang seiman. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra dari Nabi Saw :

أَمَّا شَعُرْتَ أَنَّ عَمَّ الرَّجُلِ صَنُوْ أبِيْهِ

Apakah kamu tidak sadar bahwa paman seseorang adalah saudara bapaknya.

2. Mengingat Kebaikan Sanak-Famili kita, tanpanya mungkin kita tidak akan berarti.

3. Menghafal Nasab dan seluruh nama-nama saudara kita, dari mulai kakek dan nenek ke atas sampai kepada keturunan-keturunan mereka. Untuk hal ini sebaiknya kita membuat diagram silsilah keluarga agar dapat diingat oleh generasi berikutnya supaya mereka tetap melanjutkan tali silaturrahmi setelah kita tiada (meninggal).

4. Jangan menyakiti, menzhalimi dan berbuat buruk kepada sanak-famili kita. Sebaiknya kita-lah yang menjadi solusi untuk memecahkan segala permasalahan mereka.

Sesungguhnya orang-orang yang selalu menjaga tali silaturrahmi akan diberkahi oleh Allah dalam usahanya, rizki dan umurnya. Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda :

مَنْ أحَبَّ أنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَ يُنْسَأ لَهُ فِي أثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَه (متفق عليه)

Barangsiapa yang senang diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (diberkahi), maka hendaklah ia bersilaturrahmi (Muttafaq 'Alaih)


teruntuk KMG Tercinta :) tetaplah menjaga silaturahmi kita, karena kita SATU KELUARGA!!

Untuk kawan-kawan mahasiswa yang saya hormati
tasomaAssalamu Alaikum Wr, Wb, Salam sejahtera,Saya tulis surat ini ketika mengenang nasib kawan-kawan saya semasa bersekolah, yang dalam novel Laskar Pelangi digambarkan seperti tokoh Lintang, seorang anak cerdas namun harus putus sekolah karena perkara biaya. Entah mengapa, ketika mengenang mereka yang nasibnya serupa dengan Lintang, saya justru teringat pada kalian, kawan-kawan saya yang nasibnya demikian mujur, karena bisa mengenyam pendidikan tinggi, tidak seperti Lintang dan kawan-kawan saya itu yang bahkan tak lulus Sekolah Dasar. Bila kawan-kawan membaca novel Laskar Pelangi, saya yakin kawan-kawan akan merasa sangat beruntung. Bayangkan saja, dari jutaan remaja Indonesia, ternyata kawan-kawanlah yang oleh Tuhan diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Dan itu, jelas patut untuk disyukuri.
Selanjutnya, saya ingin mengajak kawan-kawan untuk berbincang mengenai negeri kita_tempat yang telah membesarkan kita, tempat dimana kita banyak menyimpan kenangan yang tentunya demikian indah bila kita ingat kembali_yakni Indonesia. Disini, ada orang tua kita, keluarga kita yang tanpa henti berupaya dan berdoa, agar kita, anaknya, kelak menjadi orang yang bisa diandalkan. Akan tetapi, disamping orang tua dan keluarga kita tadi, janganlah kita lupakan, bahwa ada banyak orang yang tak mampu berkata langsung, melainkan hanya bisa berharap, agar kita yang telah dianugerahi keberuntungan lebih dibanding mereka, bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Merekalah yang hidupnya tak pernah maju sejak zaman dahulu. Mereka yang hanya bisa membaca, menulis dan menghitung, tanpa pernah mengerti apa guna presiden, gubernur, bupati, camat bahkan kepala desa bagi hidupnya. Mereka yang rutin ditagih pajak tanpa pernah merasakan pembangunan sebagai hasil dari pengumpulan pajak yang mereka berikan. Mereka yang tak tahu cara ampuh untuk mengatasi kekeringan bagi sawah, kebun dan kolam ikan mereka. Mereka yang terbiasa menggunakan jalan yang becek dan berlubang. Mereka yang tak bisa menikmati sanitasi yang layak dan sehat. Mereka yang tak tahu apa itu dokter,internet, bahkan listrik sekalipun. Mereka yang ketika hujan selalu kebanjiran.Mereka yang ketika berpergian harus bergelut dengan macet dan ancaman pencopetan serta penjambretan. Mereka yang pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan potong pinjaman dan akhirnya pasrah. Mereka yang tinggal di rumah yang sangat sempit sekali sehingga selonjoran saja susah. Merekalah yang anu,merekalah yang itu dan seterusnya. Saya tak bisa menggambarkan keadaan mereka secara rinci. Tapi yang jelas, kawan-kawan tentu pernah melihat, bertemu,bahkan mungkin kenal dengan mereka. Merekalah yang secara moral, menurut Jalaluddin Rakhmat, menjadi tanggung jawab kawan-kawan, manusia-manusia beruntung pengenyam pendidikan tinggi.
Bila kawan-kawan keberatan atau mungkin menolak tanggung jawab itu, maka izinkanlah saya uraikan sejarah dibentuknya lembaga pendidikan. Uraian sejarah ini penting menurut saya. Karena dengan ini, kita akan mencerna ide dari sebuah materi. Dengan analogi lain yang lebih sederhana, kita akan tahu tujuan dari pembuatan pisau, atau kursi, atau meja atau hal-hal lain. Dan dalam kesempatan ini, yang akan saya uraikan ialah tujuan dibentuknya lembaga pendidikan.
Mari saya ajak kawan-kawan menuju zaman Yunani Kuno. Dua ribu dua ratus tahun yang lalu atau sekitar tahun 200 SM, di kota Athena,Yunani, hiduplah seorang filsuf bernama Plato. Ia adalah murid setia Socrates,seorang bijak yang oleh Ali Syariati (cendekiawan Iran) diketegorikan sebagai nabi. Akan tetapi, saya tak akan membahas Socrates, melainkan muridnya, Plato.Ketika ditanya tentang negara seperti apakah yang paling baik? Plato menjawab,“Yakni negara yang diisi oleh orang-orang bijak”. Dan ketika ditanya cara mewujudkan negara semacam itu, Plato menjawab,”Kita harus membuat sebuah lembaga yang mendidik masyarakat agar menjadi bijak”. Manusia bijak dalam pandangan Plato adalah manusia yang paripurna, baik pengetahuan maupun moralnya. Untuk bisa menciptakan manusia-manusia yang seperti itu, maka dibentuklah lembaga pendidikan pertama sepanjang sejarah umat manusia, yakni Lyceum. Merujuk pada uraian diatas, maka jelas bahwa tujuan dibentuknya lembaga pendidikan ialah untuk menghasilkan manusia-manusia bijak, agar negara menjadi baik. Dan karena kawan-kawan telah atau sedang mengenyam pendidikan tinggi, itu artinya salah satu manusia bijak yang dimaksud oleh Plato, ialah kawan-kawan. Bersyukurlah, dan jangan sombong…wkwkwk
Selain itu, karena kawan-kawan mengenyam pendidikan tinggi, itu artinya kawan-kawan bukan saja siswa, melainkan mahasiswa. Ada perbedaan tegas antara kedua status sosial tersebut, terutama dalam hal tugas atau fungsi. Bila siswa hanya wajib untuk menjalankan tugas pendidikan dan penelitian, maka mahasiswa lebih daripada itu, yakni pendidikan, penelitian, plus pengabdian sekaligus. Tugas tambahan inilah (pengabdian) yang oleh Jalaluddin Rakhmat_sebagaimana disinggung sebelumnya_menjadi tanggung jawab sosial mahasiswa.
Dalam pelajaran sejarah, kawan-kawan tentu mengenal apa itu Politik Etis yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada pribumi Nusantara, terutama dalam hal edukasi. Akibat Politik Etis ini, kaum pribumi mendapatkan pendidikan Eropa. Maka kemudian mereka disebut sebagai kaum terpelajar_sekalipun hanya sedikit (sebuah sensus yang dilakukan pemerintah kolonial di akhir tahun 30-an mencatat bahwa 97% rakyat pribumi masihlah buta huruf. Itu artinya yang ‘terpelajar’ hanya 3%). Dan karena mereka hanya sebagian kecil dari jutaan rakyat pribumi, Pramoedya Ananta Toer dalam roman berjudul Anak Semua Bangsa berwasiat,”Engkau terpelajar. Kalau mereka itu, pribumi itu, belum terpelajar. Engkau harus buat mereka jadi terpelajar, dengan caramu,sesuai bahasa yang mereka tahu”.
Seorang teman pernah mengatakan bahwa seorang terpelajar tidak lain seperti para nabi dan rasul. Selain mendapatkan wahyu,mereka pun wajib untuk menyebarkan wahyu tersebut. Agak berbeda dengan nabi serta rasul, seorang terpelajar memang tidak mendapatkan wahyu melalui malaikat, akan tetapi mendapatkan ilmu dari hasil penalaran dan pengalaman. Bagi saya, analoginya tidaklah berlebihan, apalagi sesat karena dalam agama yang saya anut ada sebuah ajaran bahwa pengganti para nabi ialah para ulama. Sementara arti tepat bagi seorang ulama ialah orang yang berilmu, orang yang terpelajar. Kemudian ia analogikan seorang terpelajar sebagai seorang manusia yang melihat sebuah gelas akan jatuh dari meja ketika orang lain tak menyadarinya. Dan sebagai konsekuensi dari keberpengatahuannya itu, ia wajib memindahkan gelas tadi ke tempat yang lebih aman. Gelas yang dimaksud olehnya, tiada lain adalah manusia beserta hidup yang mereka jalani.
Saya tak tahu, apakah tulisan yang tidak ilmiah dan murahan ini bisa menggugah kesadaran kawan-kawan mengenai tanggung jawab sosial kita ataukah tidak. Tetapi tetap, seperti tujuan dibuatnya tulisan ini, saya berharap agar kawan-kawan bisa menjadi_mengutip ucapan Jalaluddin Rakhmat_seperti air wudhu, yakni suci dan mensucikan, yang dalam perumpamaan lain yakni cerdas dan mencerdaskan, sejahtera dan mensejahterakan, bahagia dan membahagiakan,tercerahkan dan mencerahkan. Saya berharap agar kita (saya dan kawan-kawan)  bersedia, mau, terobsesi dan tulus mengabdikan diri bagi kemanusiaan, sebagaimana memang itulah yang semestinya kita lakukan, sebagai salah seorang yang beruntung diantara banyak orang (Ingat tujuan awal dibentuknya lembaga pendidikan oleh Plato. Ingat pula mereka yang saya deskripsikan secara lebay di paragraf tiga). Sebaliknya, saya tak ingin bila kita berpaling dari tanggung jawab itu. Saya tak ingin jika sampai kita masuk ke dalam arus yang oleh Julien Benda disebut sebagai ‘pengkhianatan kaum intelektual’. Jika hal itu terjadi, itu artinya kita telah mengubur amanat Plato untuk menjadi orang bijak, yang paripurna dalam akal maupun moral. Karena sesungguhnya, seperti dikatakan Pram,”Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan”. Tingkat intelektualitas yang sejati tidak ditentukan oleh banyaknya gelar akademik yang kita sandang. S.Pd, S.T, S.H, S.Ag, S. Balok, M.CK, M.Sg,. atau apapun itu, takkan berarti apa-apa bila tak memberi kebermanfaatan bagi sesama…
Akhirnya, demikiianlah “babaung” dari saya… Sorry, terlalu panjang…weeew

Sumber: 
 
Pendidikan Sejarah 2011

Dalam  riwayat mereka yang disebut ‘pahlawan’, kerap kita lihat ‘cacat’, baik itu satu, beberapa atau bahkan puluhan ‘cacat’ yang cenderung mereka lakukan di masa jelang akhir hayat. Mereka yang pada awalnya dipandang sangat ideal di mata banyak orang, pada satu waktu justru mengundang kecewa besar, terkesan menjadi pendusta, pembelot, atau ‘penjilat ludah’,  karena secara tak disangka, tega mengkhianati idealismenya sendiri.
Lantas,”Adakah pahlawan yang nihil dari kesalahan_yang kurang lebih seperti  superhero  penyelamat masyarakat sejak ia lahir hingga hembus nafas yang akhir?”. Dalam seri Catatan Pinggir,  Goenawan Mohamad/GM menjawabnya,”Tak ada….”. Ia berpendapat demikian, sebab baginya, mustahil manusia bisa berbuat benar pada setiap kesempatan.
Well, tersebab memang tak ada manusia yang sempurna, maka layakkah mereka_yang pada awalnya dipandang ideal tapi membelot, kemudian disebut sebagai pahlawan? “Layak”, jawab GM sambil menambahkan bahwa yang ia persepsikan sebagai pahlawan ialah mereka yang berbuat benar (meski hanya) pada satu kasus yang menghadapkan dirinya pada sebuah pilihan atas kepentingan banyak orang. Oleh karena itu, Soekarno layak menjadi pahlawan karena rela berkorban demi kepentingan pribumi dibanding menerima tawaran untuk bekerja pada pihak kolonial ketika ia baru lulus menjadi insinyur, terlepas dari kesalahan apa yang ia lakukan pada masa yang kemudian. Begitu pula dengan Semaun, Aidit,  atau Kartosuwiryo. Mereka layak disebut pahlawan, karena di usianya yang masih muda telah berani menentang pemerintah kolonial, meski kesempatan untuk menjadi pegawai gubermen demikian terbuka, terlepas bahwa di kemudian hari mereka dicap sebagai ekstrimis oleh para Indonesianis. Bukan hanya itu, dalam sudut pandang ini, bahkan keluarga anda, teman anda, atau pula orang yang sama sekali tak anda kenal, asalkan pernah rela mengorbankan dirinya ketika anda membutuhkan, sangatlah layak untuk disebut sebagai pahlawan (meski tentu tak berarti pula memerlukan bintang jasa dari negara) terlepas bahwa di hari ini, dia justru jadi koruptor, atau pencopet, atau garong, atau pemerkosa atau tukang santet sekalipun.
Dalam uraian diatas, GM mencoba berbagi pandangan atau dengan kata lain menasehati, agar kita tetap menghargai jasa mereka, yang meski tak selalu, tapi pernah berbuat sesuatu yang berdimensi heroik, baik bagi diri kita pun juga banyak orang.
Namun demikian, nan hendak saya bicarakan lebih jauh disini bukan hanya soal kepahlawanan, melainkan pula kecenderungan mereka untuk berubah, membelot, ‘menjilat ludah’, alias melenceng dari idealisme yang pada awalnya mereka pegang teguh tanpa goyah oleh godaan.
Ada banyak spirit superhero yang bersemayam di jiwa mereka yang masih hijau, baik itu dalam diri mahasiswa atau bahkan anak SMA_tapi sumpah deh, yang alay apalagi cabe-cabean tak termasuk kategori ini. Spirit superhero yang dimaksud kerap khalayak sebut sebagai idealisme : suatu bentuk penjunjungan nilai-nilai etis, nilai-nilai kebenaran, atau ide-ide tentang kesemestian.

Ungkapan-ungkapan idealisme tersebut dapat kita lacak dalam buku harian Ahmad Wahib dan Soe Hok Gie (atau pula tokoh lain yang saya belum tahu), berisi tentang kritik, optimisme, serta kegalauan atas realitas. Catatan Seorang Demonstran, misalnya, memuat tulisan Gie yang mengkritik seorang guru. Guru yang dimaksud ialah guru yang merasa benar sendiri, dan mengganggap murid-muridnya seperti kerbau. Padahal bagi Gie, kesemestian seorang guru adalah egaliter. Dalam tulisan lain, Gie menulis sebuah optimisme, yang kurang lebih bahwa “Kita adalah generasi penerus yang akan mensejahterakan Indonesia” atau pula pada kesempatan sejenis ia keluhkan keprihatinannya ketika melihat “Seorang miskin memungut makan di tempat sampah, sementara presiden hidup enak bersama para perempuannya”.
Jiwa yang idealis amat rindu pada kesemestian. Dan ketika realitas (yang ada) tak sebanding lurus dengan idealitas (yang semestinya), mereka gelisah, berontak, mengkritik, berusaha merubah keadaan. Dengan kata lain yang bernada meledek,”Mereka sok kritis, sok jadi pahlawan, sok peduli rakyat miskin, sok anti KKN”. Padahal, semangat perlawanannya bukan  karena “sok”, tapi memang iya, murni panggilan hati. Dan karena jiwa semacam ini biasanya bersemayam dalam diri mereka yang masih muda, maka sangat jarang sekali kita saksikan pemberontakan, atau setidaknya unjuk rasa dari para ‘tua bangka’.
Lantas kita bertanya, mengapa idealisme cenderung hanya ada dalam diri mereka yang masih muda? Maka jawabnya : bukan lagi merupakan rahasia intelejen bahwa idealisme kerap luntur lantaran umur. Beberapa mantan mahasiswa yang mengaku (pernah jadi) aktivis, hari ini membuang jauh-jauh idealismenya. Mereka jadi kompromistis terhadap segala perbuatan yang salah. Puluhan jargon luhur yang dulu kerap mereka lontarkan, kini redam oleh kalimat,”Realistis sajalah…”. Mereka jadi pembelot kini, ‘penjilat ludah’, pengkhianat, atau istilah apapun yang terkutuk.
Saya tak tahu, akan seperti apa jadinya Gie dan Ahmad Wahib andai usia mereka lebih panjang hingga tak lagi muda. Tapi melihat kecenderungan seperti ini, tidak menutup kemungkinan bahwa seiring beranjak tua, mereka juga akan “realistis”. Hal ini (lunturnya idealisme), dalam pandangan saya tak selalu dipicu oleh mereka nan jauh, melainkan oleh mereka nan dekat, yakni orang tua, kekasih, atau pula anak. Seidealis apapun seseorang, tapi kenyataan bahwa ia menganggur dan orang tuanya prihatin akan memaksa ia untuk menyogok pejabat negara agar bisa jadi Pegawai Negeri. Atau ketika sang isteri butuh dana arisan yang jutaan, sementara gaji sang suami yang idealis hanya cukup untuk makan mie ayam setahun 14 kali, maka hal ini akan memaksa ia untuk ‘menelan uang kantor’.
Bukan hanya terhadap Gie pun Ahmad Wahib, bahkan terhadap diri saya sendiri, saya tak yakin bisa tetap idealis, seperti yang saya akui secara agak sombong selama ini. Bisa jadi, kelak saya justru lebih korup dari koruptor yang saya kutuk habis hari ini. Dan terhadap para mahasiswa yang menentang tindakan saya yang koruptif itu, bisa jadi akan saya lakukan tindakan paling keji yang tak pernah diktator lain lakukan pada masa sebelumnya.
Saya tak tahu. Saya tak bisa menjamin bahwa idealisme yang seperti iman atau lilin yang nyala di dalam batin ini akan tetap bersinar. Sesekali nyalanya pasti akan redup, tapi semampu bisa akan saya pelihara agar ia tak lantas sirna. Terlepas dari usaha pemeliharaan itu, andai bila idealisme saya dicincang habis oleh realita yang kejam, kemungkinan baginya untuk sirna tetaplah ada. Tapi setidaknya_di atas segala kemungkinan untuk menjadi bajingan, sebelum masa itu datang, patut rasanya saya korbankan masa muda yang bebas beban ini untuk sesuatu perbuatan, yang mudah-mudahan memberi manfaat bagi banyak orang. Bukan hanya untuk sesaat, melainkan untuk selama-lamanya. Seperti pandangan GM tentang pahlawan, bagi saya lebih baik pernah daripada tidak sama sekali (daripada muda hedonis, tua oportunis). Meminjam syair Chairil,”Sekali berarti, setelah itu mati”, baik mati sesungguhnya, pun juga mati idealismenya…
And then….

 Kenapa tiba-tiba suasananya jadi seperti ini… Tanpa MP3, lagu nasyid berjudul “Demi Masa” yang terinspirasi dari Surat Al-Kautsar sayup-sayup terdengar di telinga saya…
Demi masa
Sesungguhnya manusia kerugian
Melainkan yang beriman dan beramal saleh
Gunakan kesempatan yang masih diberi
Semoga kita takkan menyesal
Masa usia kita, jangan disiakan sebab ia takkan kembali

Ingat lima perkara sebelum lima perkara :
Sehat sebelum sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum miskin
Lapang sebelum sempit
Hidup sebelum mati




Oleh : Iis Sa’diah

Apa itu Nano-nano ?
Nano-nano adalah sejeneis permen dengan 3 rasa yang menjadi satu yaitu manis, asem, asin. KMG itu ibarat Nano-nano, kenapa ? karena 3 rasa itu menyatu dalam 1 wadah.
Apa saja 3 rasa yang menyatu dalam 1 wadah KMG itu :

1.     Keren Menarik Gaul
2.    Kompak Menyenangkan Gokil
3.    Korban Masalah Galau

Maksudnyaaaaa ?? 
untuk lebih jelasnya check this out ...

1. Keren Menarik Gaul

Keren
          Dalam sebuah organisasi tak lepas dari adanya aktivis-aktivis yang keren dan luar biasa, siapa lagi kalau bukan para pengurus KMG.     Keren dalam hal apa ? yaa seperti dalam pengkaderan anggota baru. Esensi dari pengkaderannya itu seperti apa yooo ?
          pertama, kita sebagai anggota KMG yang keren harus giat belajar dan bekerja. Contohnya seperti membuat artikel, mengajukan proposal, menghafal dan mengingat materi untuk goes to school.
          Kedua, kita harus selalu berorientasi kedepan alias harus komitmen jangan hanya ikut KMG ketika ramenya aja (upss) :D.
          Ketiga, kita harus bisa bekerja sama.
          Keempat, dll, dsb, dst, etc (^_^)
       Menarik
          Menarik disini bukan menarik tambang tapi ibarat gaya magnet.
Pada umumnya setiap organisasi bentuknya pasti formal. Tapi yang saya rasakan di KMG justru sebaliknya. Ternyata memang seperti inilah KMG. Formal juga ada waktunya bukan setiap waktu harus formal dan inilah yang menjadi alasan saya untuk betah di KMG. Good job lahh ;)
       Gaul
          “Kalau ada kita, pasti suasana jadi rame. Kita juga easy going, nggak pernah marah dan suka seseruan” . Sipp betul banget, eta tah KMG teh lurrrr,  so kalem bae ;) !!
2.  Kompak Menyenangkan Gokil

Kompak
Kompak teh pakakas bangunan kan ? (kampak meureun GJ) :D
Yaaa sudah tak asing lagi dalam sebuah organisasi kekompakan sangat diperlukan. Begitu halnya di KMG. Saya melihat kekompakan, saling percaya, kerjasama, komunikasi bahkan konflik. Adanya konflik dalam KMG bukan meregangkan antar anggota tapi justru membina kekompakan antar anggota. Dengan adanya konflik kita jadi lebih sering berkumpul untuk rapat dan bertukar pendapat. 
Menyenangkan dan Mengesankan
Dengan berbagai kegiatan yang ada di KMG baik di bidang Sosial dan pendidikan seperti berkunjung ke panti asuhan, Makrab, Maulid Nabi Muhammad SAW., Goes to School dan yang baru beres kemarin Seminar Guru Profesional, serta acara yang Cetarrr Membahana yaitu RAMPES atau kegiatan gabungan yang diadakan oleh KMG-UPI, Format ITB, Smart UI, Kemaga Yogya dan Pamasagi Unpad. Bidang lainnya yaitu bidang olahraga seperti futsal, lari, bulu tangkis dan renang. Tidak ada kegiatan yang tidak mengesankan karena dalam setiap kegiatannya selalu terselip hikmah dan candaan.
Gokil
Saya pernah mendengar pepatah "Semakin dewasa, kita akan semakin jarang untuk tersenyum dan tertawa". Padahal tertawa bisa membuat badan menjadi segar. Tapi tertawa itu tidak mudah, yaa, apalagi saat kondisi di luar maupun di dalam diri  tidak mendukung. Dan untuk tertawa tidak perlu nonton OVJ karena sumber-sumber tawa ada di KMG. Hohoho
3.  Korban Masalah Galau

Korban
Ada korbannnnnn ????
Yah katanyaaa ada yang menjadi korban PHP, korban perasaan, bahkan salah satu teman saya pun ada yang jadi korbannya, (beuhhh SABAR nya cu) korban apa lagi ya ? semoga tidak jatuh korban lagi :D wkwwk  yah tapi itu mah cuma iklan saja. Kembali pada diri masing-masing bagaimana cara kita menanggapinya aja. Apabila tujuan kita di KMG ingin memperoleh keluarga kita akan sadar betapa hangatnya kebersamaan didalamnya,.. (hangat ?? enya we da moyan) hehe
Sebenarnya yang dimaksud korban disini adalah Korban ketagihan kumpul di KMG J satujuuuu dakk ? mun teu setuju Terlalu :/

Masalah
Setiap organisasi pasti memiliki masalah, masalah seperti apa ?  masalah setiap organisasi berbeda-beda dan di KMG setiap masalah tersebut dikupas tuntas setajam silet.
Apalagi saat akan diadakan acara seminar guru profesional, rasanya hambatan jatuh bertubi-tubi. Awalnya mulai dari anggaran yang belum memenuhi target, waktu dan tempat yang PHP bangeuttt, sampai peserta yang tidak memenuhi kuota. Tapi masalah bertubi tubi itupun akhirnya bitu dengan berbagai solusi jitu (y) kerennnn

Galau
        
Ditengah-tengah ketenangan, tiba-tiba Galau melandaaaaaaaaa.. apalagi ketika akan diadakan seminar yang tadinya akan dilaksanakan pada tanggal 2 februari dan diundur sampai tanggal 15 februari. Kondisi ini sangat G-A-L-A-U-T-O-T-H-E-M-A-X alias Galau maksimal.. ditambah lagi melihat ekspresi-ekspresi pengurus yang menegangkan seolah langit mendung tak terbendung gak ada payung pundung huhhh L tapiiiiiiii seiring berjalannya waktu akhirnya acara sukses. Galau pun berubah menjadi senyuman J owhhh lega rasanyaaaa. Dan yang terpenting disini yaitu Ikhtiar, Bersabar dan Berdo’a.   Selamat yaa untuk para pengurus yang hebat dalam menaklukan masalah dan menemukan solusi.
         
      “setiap datangnya kesulitan pasti ada kemudahan”
Nahh, itulah 3 rasa yang dimaksud nano-nano KMG. 3 rasa tersebut berkumpul menjadi satu di Keluarga Mahasiswa Garut. Dan yang paling penting dari KMG yaitu Silaturahmi. Mun saur dina paribasa sunda mah paheuyeuk-heuyeuk leungeun paantai-antai tangan alias saling bekerja sama, kedah ka cai jadi saleuwi kadarat jadi salobak (kompak dina ngajalankeun amanah nu dipancenkeun ) . Silih asih silih asah jeung silih asuh (saling mencintai, saling memberi nasihat dan saling mengayomi). J J J
Buah salak buah duren
Gak nyangka KMG Kerenn

Ke warung membeli permen
Tidak lupa membeli Bubur
Kalau gak mau dibilang cemen
Sudah GTS jangan pada kabur

          Oke oke ???????????
J hehe

Sekian yang dapat saya tuliskan mengenai KMG, hapunten bilih aya kata-kata atanapi kalimat anu teu merenah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

KMG “Sareundeuk saigeul, sabobot sapihanean sabata sarimbangan”
Karena KMG SATU KELURGA !!!

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget